Maraknya pemberitaan mengenai SMS sedot pulsa baik di media portal, cetak, radio dan televisi pada intinya ada 3 perkembangan yang menarik disimak diantaranya :
1. 5 Poin kesepakatan yang dibuat Kemkominfo menunjukkan bahwa selama ini Kemkominfo cq BRTI tidak ada control terhadap Operator Selular yang tegas terhadap Operator Selular.
2. Timbul gerakan masyarakat yang mematikan ponsel selama jam 10 - 12 sabtu ini, yang justru tidak efektif dan penggagasnya mungkin tidak mengerti cara kerja SMS.
3. Commissioner BRTI, kemarin malam menyatakan solusi yang cukup menarik, disaksikan saya dan Pengacara Publik, saat kami live talkshow di salah satu TV di mana BRTI akan mereset layanan SMS premium pada semua operator selular dengan demikian masyarakat tidak lagi mendapat gangguan SMS premium, baru setelah disosialisasikan cara menghindarinya maka layanan ini kembali diaktifkan.
Detilnya adalah sebagai berikut:
Soal 5 Poin Kesepakatan BRTI
1. BRTI akan menyampaikan data yang diduga telah merugikan konsumen berdasarkan masukan publik terkait penyedotan pulsa melalui SMS penipuan dan Layanan Pesan Premium kepada Polri (Bareskrim dan Polda) untuk ditindak secara hukum.
tindakan BRTI bukanlah suatu regulasi melainkan sekedar prosedur temporer. Dengan demikian apa yang diterapkan BRTI dalam kasus ini tidak murni suatu peraturan yang "bersifat demi masyarakat" melainkan sekedar solusi polesan tergantung dari luasnya keluhan yang terjadi.
Sebagai contoh sentra pengaduan 159 menggunakan jasa Call Center yang jumlahnya 100-200 orang yang dalam kesehariannya sudah disibukkan untuk menangani berbagai pelanggan bagi klien2nya lalu kini perlu menangani keluhan yang masuk ke BRTI berarti daya tampung Call center tersebut sangat kecil sedangkan masyarakat yang dirugikan banyak. Bila line sedang sibuk maka pengadu sisanya akan menemukan nada sibuk, dan bila ini terjadi berkali-kali maka pengadu dengan sendirinya akan enggan.
Dan dinyatakan pula bahwa ke 5 poin tersebut akan dilaksanakan dalam tempo 3 bulan. Mengetahui hal itu saya pribadi menilai BRTI tidak serius dalam menangani hal ini, bayangkan tahapan pelaksanaan yang tidak begitu rumit (bagi yang mengerti telematika) ternyata masih membutuhkan waktu 3 bulan untuk dijalankan.
Belum lagi pernyataan menkominfo bahwa masalah ini sudah ada sejak 2007 dan ternyata terus berlarut. Bagaimana kita bisa yakin bahwa kominfo mampu mengatasi kasus ini dalam 3 bulan bila sudah terbukti selama 4 tahun saja kominfo secara nyata tidak mampu mengatasi hal ini. Dan bahkan kasus SMS mama/papa sekalipun masih belum teratasi.
Soal Gerakan Mematikan Ponsel
Rencana untuk mematikan ponsel selama 2 jam hal itu tidak akan berpengaruh pada kasus ini. Perlu diingat bahwa teknologi SMS premium cara kerjanya adalah, bila SMS tersebut tidak terkirim karena berbagai alasan teknis (jaringan penuh, user sibuk, user off dll) maka SMS tersebut akan otomatis diulang (retry / resend) dalam sekian waktu (secara gradual dan ditentukan oleh admin yang bersangkutan).
Berarti bila ada SMS untuk orang yang ponselnya dimatikan maka SMS tersebut akan menunggu sampai ponsel tersebut hidup dan masih pada range untuk retry (yang rata-rata 24 jam).
Soal Stop Layanan SMS Premium
Keputusan BRTI tersebut, bila jadi dilaksanakan, maka solusi mematikan semua layanan SMS premium menurut saya hal ini perlu dan sangat baik.
Ditambahkan oleh beberapa orang bahwa secara lisan sudah sampaikan ke operator selular dan secara tertulis dilansir oleh Dirjen Telekomunikasi ( BRTI Instruksikan Operator Stop Layanan SMS Premium).
Tapi jangan lupa bahwa keputusan di BRTI sifatnya adalah kolegial sehingga apa yang dianggap masyarakat baik bisa gugur apabila ternyata tidak didukung anggota BRTI lainnya dan bila itu terjadi maka jelas ada kecenderungan anggota BRTI yang menolak langkah ini punya kepentingan atas suatu layanan SMS premium yang sudah ada pelanggannya.
Metode Sederhana Mengatasi 'Pencurian Pulsa'
Sebenarnya ada metoda simple yang secara teknis dapat mengatasi masalah ini, beberapa di antaranya:
1. BRTI membuat aturan bahwa untuk registrasi pada layanan SMS Premium perlu ada tahapan konfirmasi di mana pada tahapan tersebut isinya menyampaikan bahwa: "layanan tersebut dikenakan biaya sekian dan memberi tahu cara UNREGnya".
Dengan demikian bila ada orang yang tidak sengaja mengikuti layanan (karena salah pencet dll) mereka masih punya kesempatan untuk membatalkan pendaftaran. Tapi saya pesimis BRTI cukup jantan atau cukup berani menerapkan aturan ini karena seperti yang telah terlihat BRTI tidak cukup bergigi bila berhadapan dengan perusahaan selular.
2. Pada setiap pengiriman 10x SMS Premium ke suatu nomor pihak CP wajib mengirim informasi mengenai cara unreg (cara ini bisa menggunakan SMS regular agar biaya bagi CP tidak besar).
3. Tahapan UNREG tidak hanya dilakukan ke nomor SMS Premium melainkan harus ada nomor alternative (misal nomor panjang) sehingga user dapat lebih mudah untuk melakukan UNREG
4. Fasilitasi masyarakat untuk mengirim SMS ke nomor tertentu (general) yang fungsinya untuk cross check apakah pelanggan tersebut terdaftar pada layanan SMS premium atau tidak, bila "ya" apa saja.
Dengan demikian siapapun bisa melakukan cek ini. Bila untuk layanan cross cek ini dikenakan biaya juga tidak apa-apa asalkan tidak perlu register karena publik akan banyak terbantu dengan solusi ini.
Dengan demikian bila ada orang yang membeli ponsel / nomor bekas dan ternyata nomor tersebut terdaftar pada suatu layanan SMS premium maka si pengguna dapat segera melakukan tindakan untuk meneruskan layanan tersebut atau membatalkannya. Layanan ini karena sifatnya harus netral maka sebaiknya dikelola oleh BRTI dan revenue yang diperoleh dapat digunakan untuk peningkatan layanan BRTI seperti pelatihan, pembelian alat, dan lain-lain.
5. BRTI perlu melakukan audit terhadap layananan operator selular menggunakan orang-orang yang dianggap mampu melakukan service audit terhadap layanan SMS premium dengan demikian walau BRTI tidak mengerti teknis akan tetap mendapat support data mengenai status masing-masing Operator Selular apakah mereka telah mengikuti aturan BRTI atau tidak, untuk kemudian laporan tersebut ditindak lanjuti BRTI.
yang jelas kewaspadaan, dan sikap berhati-hati dalam mengambil tindakan perlu di perhatikan karena teknologi akan membawa kita ke era serba digital, jika kita tidak pernah mau belajar dan kesalahan masa lalu maka kita sebagai pelaku akan semakin terkena imbasnya, so belajar dan belajar lah dengan teknologi.
Demikian pendapat saya kali ini, semoga bermanfaat dan dapat membawa masyarakat bangsa ini lebih menguasai teknologi dan dapat memanfaatkannya secara maksimal sesuai kebutuhan mereka sehari-hari.
maju terus teknologi informasi & komunikasi Indonesia..
thx..